Kota Pontianak menjadi istimewa karena dilalui garis khayal Equator atau garis Khatulistiwa ini. Garis itu membagi bumi ini menjadi dua bagian, yakni belahan utara dan selatan. Bila berdiri di titik lintang 0 derajat itu, jelas membuahkan kebanggaan tersendiri. Keistimewaan itu bermula dari ekspedisi internasional yang dipimpin oleh ahli geografi berkebangsaan Belanda tahun 1928. Tujuannya untuk menentukan titik atau tonggak garis Equator di Kota
Tahun 1930 tonggak tersebut ditambah dengan bentuk lingkaran di puncaknya. Delapan tahun kemudian, tepatnya 1938, tonggaknya disempurnakan kembali oleh arsitek bernama Silaban dengan empat tonggak dari kayu belian. Masing-masing tonggak berdiameter 0,30 meter. Dua tonggak bagian depan setinggi 3,05 meter dan dua tonggak bagian belakang tempat lingkaran dan tanda panah setinggi 4,40 meter. Hal itu menyimbolkan; bagian belakang yang tinggi sebagai simbol matahari terbit. Sedangkan bagian depan yang lebih rendah adalah sebagai lambang matahari terbenam. Anak panah yang terdapat pada tugu melambangkan arah kopas. Sementara lingkarannya mempunyai arti garis khatuilistiwa itu sendiri.
Tahun 1990, Tugu Khatulistiwa tersebut direnovasi total dengan penambahan kubah dan sekaligus duplikat tugu khatulistiwa dengan ukuran 5 kali lebih besar dari tonggak yang asli. Dua tonggak bagian depan herdiameter 1,5 permukaan tanah. Dua buah tongak di belakang tempat lingkaran dan tanda panah berdiameter 1,5 meter dengan ketinggian 22 meter dari permukaan tanah. Sedangkan panjang tanda panah 10,75 meter.
Di bagian bawahnya terdapat plakat bertuliskan 109 derajat 20'00" OLVGR yang menunjukkan letak berdirinya Tugu Khatulistiwa di garis bujur timur. Peresmian duplikat Tugu Khatulistiwa ini tanggal 21 September 1991 oleh Pardjoko Suryokusumo, Gubernur Kalimantan Barat saat itu.
Bagian bawah Tugu Khatulistiwa terdapat garis yang diwakili oleh lantai dengan warna yang berbeda. Saat terjadi titik kulminasi sinar matahari, semua benda di sekitar tempat ini tidak memiliki bayangan akibat posisinya tegak lurus dengan matahari. Peristiwa itu selalu diperingati secara meriah oleh masyarakat di
Tugu khatulistiwa ini buka setiap hari dari pukul 07.15 hingga pukul 16.00. Pengunjung dapat melihat-lihat dokumentasi perjalanan sejarahnya, disamping mempelajari pengetahuan tentang bumi dan astronomi. Di dalam tugu terdapat papan informasi kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara setiap tahunnya. Setiap pengunjung akan mendapatkan sertifikat gratis yang ditandatangani oleh Walikota Pontianak.
Untuk membuktikan bahwa Tugu Khatulistiwa berada di garis lintang nol derajat, datang saja ke tugu ini setiap tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September. Pada tanggal tersebut saat matahari berada di atas kepala, bayangan kita, tugu, dan benda tegak lain di sekitar tugu tidak nampak. Dan istilah kulminasi ini memang sudah menjadi kalender tetap petugas di Tugu Khatulistiwa.
Satu lagi yang menarik dari Monument tersebut, yaitu masalah posisi sebenarnya dari Tugu Khatulistiwa ini, berdasrkan manual memang posisinya memang tidak berubah, tapi kalau berdasarkan penelitian satelit internasional, tugu ini telah bergeser dari tempat asalnya, yaitu sekitar 117 meter.
Suku Madura
v Istilah Suku Madura
Penyebutan dengan istilah suku Madura, karena memang suku ini pusat dan tempat asalnya berada di pulau Madura, Jawa Timur. Seiring dengan berjalannya waktu, maka keturunan dari suku Madura ini menyebar ke hampir bahkan di seluruh kawasan nusantara.
v Adat Istiadat Suku Madura di Kampung Saya
Layaknya suku-suku yang lain, suku Madura juga banyak memiliki kebudayaan atau adat istiadat yang sangat khas. Katakanlah adat yang berkaitan dengan kekeluargaan, seperti pertunangan, pernikahan, acara bulan madu, serta acara tujuh bulan usia kandungan,
· Adat yang Berkaitan dengan kekeluargaan
Ø Pertunangan
Dalam tradisi suku Madura, ada dua cara prihal pertunangan, yaitu pertunangan semenjak bayi. Maksudnya, kedua calon pasangan suami-istri tersebut memang sudah dijodohkan oleh orang tua kedua belah pihak semenjak masih bayi bahkan ketika baru dilahirkan ataupun ketika masih ada dalam kandungan dengan sebuah kesepakatan atau perjanjian kalau anak yang dilahirkan adalah laki-laki dari orang tua yang satu dan perempuan dari orang tua yang lain. Pertunangan yang semacam ini biasanya terjadi apabila orang tua yang bersangkutan adalah tinggal satu kampung, sahabat dekat atau bahkan kerabat sendiri, seperti saudara, sepupu dan lain sebagainya. Pertunangan seperti ini konon menurut ceritanya adalah bertujuan untuk semakin mempererat ikatan silaturrahim dan agar anaknya tidak nikah dengan orang dari kampung lain. Makanya orang Madura kalau daerah asalnya sudah satu kampung, kebanyakan adalah kerabat atau family. Namun pertunangan semacam ini pada era modern ini sudah cukup langka, karena biasanya setelah sang anak sama-sama dewasa dan sudah sampai waktu pada jenjang pernikahan kerap kali tidak ada kecocokan antara kedua anak tersebut, sehingga bukan eratnya silaturrahmi yang didapat melainkan konflik antar keluarga. tapi jangan salah, masih ada juga yang tetap mempertahankan tradisi pertunangan model ini.
Sedangkan model pertunangan yang kedua dalam suku Madura adalah seperti pertunangan pada umumnya. Dimana calon istri dan calon suami memang suadah sama-sama dewasa. Kebanyakan pertunangan semacam ini memang atas dasar suka sama suka, sehingga masalah restunya saja yang harus dari pihak orang tua. Dan memang pertunangan model inilah yang sekarang menjadi trend baru di kalangan masyarakat Madura ‘Parit Banyuates’.
Ø Pernikahan
Masalah nikah atau perkawinanpun juga ada dua jenis, yaitu Kawin Gantung dan yang satunya lagi biasa, sama dengan pernikahan pada umumnya. Kawin Gantung, maksudnya adalah melakukan prosesi akad nikah terlebih dahulu, setelah beberapa minggu atau bulan kemudian acara resepsi pernikahan baru dilakukan. Sedangkan jenis pernikahan yang satunya lagi sama dengan pernikahan pada umumnya.
Ø Acara Bulan Madu
Acara bulan madu ala suku Madura adalah dilaksanakan pada hari ketiga atau ketujuh dari hari pernikahan. Mempelai pria yang semenjak hari pernikahan sudah tinggal di rumah mertua, pada acara bulan madu atau ain main ini berkunjung kembali kepada rumah orang tuanya sendiri, dan termasuk kerumah saudara, dan kerabat terdekat lainnya dengan membawa makanan.
Ø Acara Tujuh Bulan Masa Kehamilan
Acara tujuh bulanan dari masa kehamilan ini dikenal dengan istilah pellet betteng. Biasanya dalam acara semacam ini, mengundang keluarga dan handaytaulan untuk kumpul bersama dan membaca surat-surat tertentu, seperti
· Adat yang Terikat Oleh Waktu atau Kejadian Tetentu
Pada tulisan ini, saya akan memaparkan dua dari adat istiadat suku Madura di kampung saya yang pelaksanaanya berhubungan dengan waktu atau bulan-bulan tetentu ataupun kejadian atau musibah.
Ø Adat atau Tradisi di Setiap Bulan-bulan Tertentu
ü Bulan Muharram dan Shafar
Pada bulan Muharram atau Surah, bulan Shafar atau Sappar, ada tradisi yang cukup menarik di kampung saya, yaitu pembagian tajin kepada keluarga dan tetangga-tetangga terdekat. Secara umum antara pembagian atau pengiriman tajin di bulan Muharram dan Shafar sama saja, Cuma bedanya kalau pada bulan Muharram tajinnya dinamakan tajin putih karena memang berwarna putih dengan bakunya yang terdiri dari tepung beras atau ketan. Di atas tajin tersebut ditaburi udang kecil, kacang goreng dan bawang goreng. Sedangkan untuk tajin yang di bulan Shafar dinamakan tajin merah, walau sebenarnya warnanya adalah merah-putih. Bahannya juga sama terbuat dari tepung beras atau ketan tapi ditumbuk terlibih dahulu, sehingga hasinya setelah masak menyerupai bubur bayi.
ü Bulan Rabi’ul Awal
Pada bulan rabi’ul Awal merupakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sehingga pada bulan ini ada semacam acara pembacaan Al-Barzanji yang konon untuk menghormat bulan kelahiran Rasulullah. Acara ini full selama sebulan, sedangkan puncaknya adalah pada tanggal 12 Rabi’ul Awal-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar